
FTI UMN Ajarkan Mahasiswa Energi Berkelanjutan dan Praktik Pembuatan Mini Solar Panel
September 1, 2025
Kickoff Program Inkubasi Batch 12: Skystar Ventures Tumbuhkan Entrepreneurial Mindset pada Mahasiswa UMN
September 3, 2025
Penerima PKM hibah pengabdian masyarakat 2025 (Dok. RIS UMN)
TANGERANG – Tim dosen Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dari Fakultas Seni & Desain berhasil menerima fase kedua hibah layanan masyarakat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tahun 2025 dengan judul “Revitalisasi Menara Pengamatan Mangrove Lembur Patikang untuk Mengembangkan Potensi Wisata Edukasi dan Mitigasi Bencana di Citeureup”.
Tim dosen terdiri dari Irma Desiyana, S.Ars., M.Arch. PPAr, Dosen Arsitektur dan Pemimpin Proyek, Hedista Rani Pranata, S.Ars., M.Ars., Kepala Program Studi Arsitektur, dan Fonita Theresia Yoliando, S.Ds., M.A., Kepala Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV). Kami mewawancarai Hedista untuk mendapatkan wawasan tentang proyek mereka.
“Jujur saja, kami merasa campur aduk karena tidak lolos pada batch 1, jadi kami sudah putus asa untuk mendapatkan hibah ini. Tapi berkat dorongan dan dukungan dari RIS UMN, kami berhasil lolos pada batch 2,” kata Hedista saat ditanya tentang reaksi tim mereka setelah mendapatkan hibah.
Tentang Hibah
Hedista menjelaskan bahwa hibah ini bertujuan untuk merevitalisasi menara pengamatan di Lembur Mangrove Patikang guna mengembangkan potensi pariwisata pendidikan dan mitigasi bencana dengan pendekatan desain partisipatif. Hibah ini penting untuk meningkatkan jumlah pengunjung atau wisatawan dan antusiasme mereka, yang secara otomatis akan meningkatkan ekonomi masyarakat luas (misalnya UMKM, Ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, dll.) sebagai sistem pendukung pariwisata.
“Tim kami terdiri dari dosen dan mahasiswa dari program Arsitektur dan DKV. Rekan-rekan kami dari program Arsitektur akan fokus pada pengembangan desain dek observasi, sementara rekan-rekan kami dari DKV akan fokus pada pengembangan papan informasi/pendidikan interaktif. Sinergi ini sangat menarik, dan kami berharap dapat membuat perbedaan nyata di komunitas,” kata Hedista.
Latar Belakang Proyek
Lembur Mangrove Patikang adalah kawasan konservasi di Desa Patikang, Desa Citeureup, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang. Kawasan ini merupakan hutan mangrove dan rawa seluas sekitar 4 hektar.
Selain sebagai kawasan konservasi, masyarakat setempat juga bergantung pada kegiatan perikanan dan pengolahan produk mangrove, seperti minuman dan makanan. Lembur Mangrove Patikang juga berfungsi sebagai pusat produksi bibit mangrove untuk wilayah Kabupaten Pandeglang.
Hedista menjelaskan bahwa dalam 3 hingga 4 tahun terakhir, mitra telah mengelola dan melaksanakan:
- Konservasi dan rehabilitasi mangrove meliputi penanaman bibit baru dan pemeliharaan ekosistem untuk memastikan keberlanjutan.
- Pendidikan lingkungan bagi masyarakat dan pengunjung, termasuk pelatihan tentang manfaat ekosistem mangrove.
- Ekoturisme berbasis komunitas mencakup tur edukatif ekosistem mangrove dan aktivitas yang memanfaatkan produk mangrove secara berkelanjutan.
- Kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sekolah, perusahaan, dan pemerintah daerah, untuk mendukung pengelolaan kawasan.
“Ide untuk merevitalisasi menara pengamatan berasal dari komunitas. Saat tim kami mengunjungi lokasi, kami diperlihatkan kondisi area pengamatan burung yang telah runtuh. Hal ini menarik perhatian kami dan mendorong kami untuk menyelidiki lebih lanjut,” jelas Hedista.
Ketika ditanya tentang kondisi mangrove saat ini, Hedista berbagi bahwa menara pengamatan di Lembur Mangrove Patikang cukup mengkhawatirkan, karena telah runtuh akibat struktur yang lemah dan kayu yang busuk. Selain itu, berbeda dengan dek pengamatan biasa, dek pengamatan yang ada hanyalah platform standar.
“Oleh karena itu, tim kami mengusulkan revitalisasi dek pengamatan ini, sehingga tidak hanya memenuhi fungsi dasarnya tetapi juga mempromosikan pariwisata edukatif dan bahkan mitigasi bencana,” ujarnya.
Bagaimana Pendidikan dan Mitigasi Bencana Dapat Diintegrasikan ke dalam Pengembangan Pariwisata
Hedista menjelaskan bahwa kawasan Hutan Mangrove Patikang kaya akan keanekaragaman hayati dan menjadi habitat berbagai jenis fauna darat dan laut, seperti berbagai jenis kepiting, ular, serangga, burung, ikan, porifera, dan udang.
Oleh karena itu, tim berencana membangun dek observasi tiga tingkat dan menambahkan papan informasi interaktif serta edukatif untuk memperkenalkan spesies flora dan fauna yang dapat diamati dari dek tersebut. Selain itu, mereka juga berencana menambahkan teropong untuk meningkatkan pengalaman pengamatan flora dan fauna.
“Yang membuatnya lebih spesial adalah kami menggunakan pendekatan desain partisipatif bersama komunitas. Dengan cara ini, komunitas dapat memiliki rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap fasilitas ini,” kata Hedista.
Lembur Mangrove Patikang sangat dekat dengan laut, sehingga sangat rentan terhadap fluktuasi pasang surut. Dek observasi ini dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengamati dan mengantisipasi kemungkinan banjir pasang surut (pemantauan kenaikan permukaan laut/kondisi pasang surut).
Selain itu, karena ketinggiannya dirancang agar bebas banjir (sekitar 50 cm di atas level banjir pasang surut tertinggi), dek ini dapat berfungsi sebagai titik evakuasi vertikal alternatif. Posisi yang lebih tinggi dari dek observasi ini juga memungkinkan pemantauan rutin ekosistem mangrove.
Dampak proyek ini juga dapat berlanjut melampaui batas waktu proyek. Hedista mengatakan mereka juga berkolaborasi dengan PT Chandra Asri, yang menyumbangkan akses ke jalan menuju area dek observasi. Area ini dapat dikembangkan di masa depan dengan menambahkan jalur hiking atau atraksi wisata lainnya.
Konservasi Mangrove Penting untuk Mitigasi Perubahan Iklim
“Menurut saya, fokus utama konservasi dan pelestarian mangrove adalah menjaga keseimbangan ekosistem. Area ini harus terus berfungsi sebagai pelindung alami terhadap erosi pesisir, mengurangi dampak gelombang besar, dan sekaligus menjadi benteng penting dalam mitigasi perubahan iklim karena kemampuannya menyerap karbon lebih banyak daripada ekosistem daratan,” kata Hedista.
Hutan mangrove juga menyediakan habitat bagi banyak spesies flora dan fauna. Dalam konteks ini, ekowisata atau wisata edukasi dapat menjadi pelengkap dan motivator, asalkan tidak menyimpang dari tujuan utama: menjaga keberlanjutan.
“Komunitas lokal juga berada di garis depan konservasi. Karena mereka hidup berdampingan dengan mangrove setiap hari, mereka paling tahu apa kebutuhan dan potensi mereka. Oleh karena itu, mereka harus memainkan peran terbesar dalam setiap proses pengambilan keputusan,” tambah Hedista.
Tim berharap bahwa revitalisasi menara pengamatan ini dapat menjadi awal dari banyak langkah berkelanjutan. Jika alam, komunitas, akademisi, dan industri dapat bekerja sama, kita akan melestarikan hutan mangrove dan menumbuhkan harapan baru untuk pariwisata edukatif, mitigasi bencana, dan kesejahteraan komunitas.
“Sekarang saatnya bagi kita untuk bergerak maju bersama,” kata Hedista, mengakhiri wawancara kami.
By Levina Chrestella Theodora | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara.