
UMN Student Mobility Program 2025 Undang Lima Negara di Asia, Tekankan Edukasi Lintas Budaya dan Keberlanjutan
Juli 15, 2025
Dua tim mahasiswa UMN berhasil meraih juara dalam Lomba Artikel Analisis Data: Indeks Keselamatan Jurnalis 2024. (dok. Tangkapan Layar Instagram @populix.co)
TANGERANG – Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Rheinata Yuvian Tasman, berhasil meraih juara pertama dalam Lomba Artikel Analisis Data: Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 – sebuah kompetisi nasional yang diadakan oleh Populix dan Tifa Foundation. Lomba ini bertujuan mendorong mahasiswa dan akademisi menyuarakan isu keselamatan jurnalis berbasis analisis data.
Dalam waktu hanya satu minggu, Rheinata menyusun artikel berjudul “Jurnalis Perempuan: Selalu Diawasi, Tak Pernah Dilindungi”—sebuah tulisan yang lahir dari perpaduan riset akademik, keberpihakan isu gender, dan kepedulian pribadi terhadap kondisi jurnalis perempuan di Indonesia.
“Ide awal untuk mengangkat isu jurnalis perempuan berasal dari sesi kuliah umum bersama Prof. Angela Romano dari Queensland University of Technology tentang risiko keamanan jurnalis di Indonesia bersama program studi Jurnalistik. Pada saat itu, saya memang sedang dalam tahap mencari topik seminar proposal (sempro) yang kemudian berlanjut menjadi skripsi saya saat ini. Kelas umum tersebut menumbuhkan rasa penasaran saya terhadap lanskap keamanan jurnalis perempuan di Indonesia,” cerita Rheinata.
Artikel yang ditulis Rheinata bukan sekadar opini atau laporan biasa. Ia membangun narasinya dari pengalaman nyata dua jurnalis perempuan Tempo, Lani Diana dan Fransisca Christy, yang pernah menjadi korban kekerasan saat bertugas. Temuan-temuan lapangan itu kemudian dikukuhkan dengan data dari Indeks Keamanan Jurnalis Indonesia 2024 dan sumber-sumber kredibel lainnya.
Salah satu hal yang paling mengusik hatinya adalah kenyataan bahwa hanya jurnalis perempuan yang melaporkan pelecehan seksual. “Hal ini menunjukkan bahwa memang tubuh dan identitas perempuan akan selalu jadi alat intimidasi bagi oknum-oknum. Mereka enggak diserang berdasarkan identitas mereka sebagai jurnalis doang, tapi juga karena mereka perempuan dan dipandang lebih ‘lemah’,” tegasnya.
Meski menulis dalam kondisi penuh tekanan—diburu tenggat waktu lomba, menjalani magang, dan menyelesaikan skripsi—Rheinata tetap menaruh perhatian besar pada integritas isi dan akurasi data. Ia juga aktif berdiskusi dengan dosen pembimbing akademik dan memanfaatkan materi kuliah Data-Driven Storytelling yang membekalinya dengan kemampuan membaca, membersihkan, dan menarasikan data.
Artikel tersebut akhirnya tak hanya meraih apresiasi tertinggi dari tim juri, tapi juga diterbitkan di Kompasiana (https://www.kompasiana.com/rhei/6831fa6334777c1c4c12d113/jurnalis-perempuan-selalu-diawasi-tak-pernah-dilindungi) dan menjadi bahan refleksi penting dalam diskusi soal keselamatan jurnalis perempuan.
Tak hanya Rheinata, tim lain dari UMN yang terdiri dari Tiara Dara Clarisa dan Savira Angel Fakhlevi juga berhasil menyabet juara kedua dalam kompetisi yang sama lewat artikel bertajuk “Budaya Self-Censorship: Kekerasan Digital Jadi Senjata Membungkam Jurnalis Kritis”
Pengumuman pemenang dilakukan pada 1 Juli 2025 melalui media sosial resmi Populix dan Tifa Foundation. Penilaian dilakukan secara ketat, mencakup kualitas analisis, kedalaman interpretasi, struktur tulisan, orisinalitas, dan visualisasi data.
Rheinata menyampaikan rasa bahagia dan bangga atas pencapaiannya. “Meski dari awal enggak pernah ada ekspektasi, tapi kan memang ada effort yang sudah dituangkan ya. Jadi, pasti ada pikiran, ‘Kalo menang asik, nih.’ Ternyata diumumkan menang sebagai juara satu itu happy banget.”
Lebih dari sekadar lomba, Rheinata berharap artikel ini bisa menjadi pengingat bahwa keselamatan jurnalis—terutama perempuan—perlu mendapat perlindungan yang lebih nyata dan regulasi yang berpihak.
“Di masa peralihan pemerintahan ini, jurnalis jadi pihak yang terhimpit. Mereka kebetulan harus berhadapan dengan otoritas yang kurang ramah pers dan tidak bisa menerima kritik sosial, sehingga profesi yang enggak seharusnya seberbahaya ini malah jadi penuh resiko. Semoga kedepannya, otoritas akan lebih melek kebebasan pers di negara ini sih. Memang, itu harapan yang terdengar naif. Tapi, sebenarnya dari sisi lembaga pers sendiri, sebenarnya keamanan jurnalis sudah cukup dikawal,” katanya.
Rheinata juga berharap agar jurnalis perempuan dapat semakin dipertimbangkan dan dilibatkan dalam setiap proses yang berkaitan dengan keamanan jurnalis. Mulai dari pengambilan keputusan, perumusan regulasi yang berpihak pada perspektif gender, hingga tahap implementasinya. Ia juga menyampaikan harapannya agar ke depan tercipta pemulihan terhadap kondisi kebebasan pers di Indonesia.
By Melinda Chang | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara.