
Mau Berkarir di Bidang Akuntansi? Inilah Karir yang Bisa Kamu Pilih
Juni 17, 2025
Seminar Future Feature: Tekankan Kebijakan Etika AI Untuk Mahasiswa
Juni 17, 2025
Film pendek karya mahasiswa UMN berjudul Adak Engkot (2025) terpilih sebagai Official Film Selection dalam Gyeongju Hwarang Youth Short Film Festival 2025. (dok. IMDB)
TANGERANG – Program Studi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) kembali membuktikan bahwa karya mahasiswa bisa menembus panggung internasional. Film pendek berjudul Adak Engkot (2025) terpilih sebagai Official Film Selection dalam Gyeongju Hwarang Youth Short Film Festival 2025.
Gyeongju Hwarang Youth Short Film Festival 2025 merupakan sebuah festival film internasional yang menjadi bagian dari rangkaian acara Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Korea 2025. Festival ini berlangsung pada 6–8 Juni 2025 di Lotte Cinema Hwangseong Branch, Gyeongju, Korea Selatan, dan mempertemukan sineas muda dari negara-negara anggota APEC.
Diselenggarakan oleh Kementerian Ekonomi dan Keuangan Korea Selatan bersama Pemerintah Kota Gyeongju, ajang ini menjadi ruang representasi generasi muda dari berbagai latar budaya dan ekonomi di Asia Pasifik. Adak Engkot diputar pada hari terakhir festival, 8 Juni 2025, sebagai satu-satunya perwakilan dari Indonesia.
Dalam proyek ini, mahasiswa Prodi Film UMN tahun angkatan 2021, Agum Pradipa Rurian, bertindak sebagai sutradara dan produser. Ia mengangkat kisah Aidil, seorang remaja dari Pulau Maratua, Kalimantan Timur, yang tengah mempersiapkan diri mewarisi usaha budidaya ikan kerapu milik ayahnya. Latar pesisir, dinamika keluarga, dan nilai-nilai tradisi menjadi inti dari film bertema coming-of-age ini.
“Kalau film ini seperti surat, surat ini saya tujukan untuk keluarga saya di Maratua. Saya ingin membawa nama orang Bajau dan kehidupan orang laut ke sinema nasional maupun internasional. Doakan Agum, ya, Bapak, Paman, dan adik yang bantuin produksi,” ujar Agum.

Mahasiswa Prodi Film UMN tahun angkatan 2021, Agum Pradipa Rurian sekaligus produser dan sutradara Adak Engkot. (dok. Agum Pradipa Rurian)
Bagi Agum, ini bukan sekadar prestasi pribadi. Ia menganggap Adak Engkot sebagai bentuk penghormatan terhadap identitasnya sebagai anak pesisir, sekaligus suara kecil dari masyarakat Bajau yang jarang diangkat ke layar lebar. Pengalaman ini juga membuatnya semakin sadar akan pentingnya kembali ke akar. Jika bisa kembali ke masa awal kuliah, ia pun ingin mengingatkan dirinya sendiri: “Sering-sering pulang ke rumah di Kalimantan Timur. Ingat identitasmu sebagai orang laut. Jangan lupa, meskipun sekarang kamu tinggal di kota.”
Saat ditayangkan, film ini mendapat banyak respons positif—mulai dari ketertarikan penonton asing terhadap latar laut Indonesia, hingga apresiasi terhadap kedalaman cerita yang dekat dan universal. Keikutsertaan Agum juga membuka peluang diskusi lintas budaya. Ia menghadiri sesi forum bersama sineas muda dari Korea Selatan, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Chili.
Agum mengakui, keberhasilan ini tidak lepas dari dukungan kampus. Ia menyampaikan terima kasih kepada Zulhiczar Arie Tinarbuko, S.Sn., M.F.A. selaku dosen pembimbingnya di UMN, dan Bima dari Student Development UMN yang sangat responsif membantu proses administrasi keberangkatan. “UMN sudah membuka ruang besar untuk mahasiswa menembus ranah internasional, lewat program seperti TAPP dan UMN GATE. Tinggal mahasiswa yang harus lebih aktif menyesuaikan karya mereka dengan karakter festival,” tambahnya.
Di sisi lain, Agum turut menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menyampaikan literasi budaya kepada penonton internasional, terutama ketika membawa identitas suku tertentu. Tantangan lainnya adalah teknis produksi di laut serta adaptasi terhadap perjalanan internasional pertamanya.
Untuk mahasiswa UMN lainnya yang sedang menekuni dunia film dan animasi, Agum berpesan, “Kenali kekuatan cerita kamu. Jangan tunggu sempurna. Coba kirimkan ke luar negeri, riset dulu karakter festivalnya, dan sesuaikan dengan karya kamu.
Tentang Adak Engkot
Berlatar di Pulau Maratua, Adak Engkot mengikuti perjalanan Aidil, seorang remaja yang tengah bersiap mewarisi usaha budidaya ikan kerapu milik ayahnya. Di tengah tantangan alam dan harapan keluarga, Aidil tumbuh menjadi mitra sejati sang ayah. Film pendek bergenre drama coming-of-age ini menyoroti warisan, ketahanan, dan ikatan tak terucap antara ayah dan anak.
Film ini merupakan hasil kolaborasi mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN)::
- Agum Pradipa Rurian (Produser dan Sutradara)
- Muhammad Rival Alfaridzki (Editor)
- Axel Tito Wesiang (Director of Photography)
- Dhaffa Alif Raditya (Editor Dialog)
- Ahmad Farid Julianto (Camera Operator)
- Prima Fadhilah (Sound Design)
By Melinda Chang | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara.