
Inisiatif Sustainability di UMN: Membangun Kampus yang Ramah Lingkungan
November 26, 2025
Kuliah tamu FIKOM UMN dengan Dwi Yuliawati di Lecture Theatre, Kampus UMN (Dok. UMN)
Tangerang, (27/11/2025) – Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara melaksanakan kuliah tamu bersama Dwi Yuliawati selaku Head of Programmes, United Nations Indonesia. Kuliah tamu ini mengangkat tema besar tentang kesetaraan gender dan fenomena ‘Manosphere’, serta mengulik secara dalam bagaimana generasi muda ikut andil dalam mendukung kesetaraan gender baik secara langsung maupun di ruang digital.
Isu kesetaraan gender tidak hanya semata-mata melibatkan laki-laki dan perempuan bersama. Ini menjadi salah satu isu global yang kompleks, dan diperlukan waktu yang panjang agar bisa diwujudkan. UMN sendiri tidak hanya mengedepankan isu lingkungan saja, tapi juga mendukung penuh isu sosial salah satunya kesetaraan gender. Perhatian terhadap isu ini sebagai langkah nyata UMN dalam menanamkan bekal moral dan kesadaran kritis untuk civitas akademik UMN.
“Perjalanan ini sudah dimulai sejak 1970, konferensi pertama yang mengumpulkan wanita dari berbagai negara. Dari negara paling maju sampai negara yang benar-benar berkembang. Masalah utama di semua negara tetap sama, kekerasan seksual. Kondisi ini juga tidak berubah dan realita dunia yang sangat berantakan”, tegas Dwi.
Berbicara tentang gagasan global dan Sustainable Development Goals (SDGs), Dwi sendiri juga menyatakan hal-hal yang menjadi pertimbangan secara global hanya berdasarkan data dan angka. Hal-hal yang menjadi perhatian utama seperti penggunaan karbon, fossil fuel, biodiversity, dan berbagai hal lainnya.
“Jika memang kita mau membuktikan SDGs, kita perlu memperhatikan kebutuhan saat ini tidak mengkomparasikan kebutuhan masa depan. Definisikan kembali kebutuhan siapa dan apa yang kita butuhkan. Serta bagaimana strategi komunikasi kita sebagai perempuan menyuarakan ini lewat representation, voice, and narrative”, tambah Dwi.
Dalam upaya mengkomunikasikan hal ini Dwi menegaskan tiga poin utama tersebut, walaupun masih jauh dari kata berhasil. Namun, dalam mendukung kesetaraan gender adalah tanggung jawab bersama tidak hanya perwakilan dari biologis saja tapi sosial. Contoh sederhananya, dalam merawat manusia maupun pekerjaan rumah merupakan pekerjaan sosial dan bukan hanya tanggung jawab perempuan saja.

Dwi membawakan materi kepada mahasiswa dalam kuliah tamu (Dok. UMN)
“Berbicara tentang manosphere, konon terdiri dari anggota laki-laki atau men’s right movement. Mereka punya ketertarikan yang sama dan perspektif yang sama ‘Semua kesalahan di dunia ini karena perempuan’. Kelompok manosphere sudah ada sejak 2017, dan salah satu peneliti linguistik melihat fenomena ini semakin menjamur di media sosial karena adanya algoritma media sosial”, jelas Dwi.
Menurut Dwi, fenomena manosphere dan misogyny hanya semakin membuat masalah semakin kompleks. Padahal secara realita, isu kesetaraan gender harus diselesaikan oleh laki-laki dan perempuan. Menjadi maskulin bukan berarti tidak boleh menangis, dan menjadi feminin bukan berarti harus lemah lembut. Ini adalah beban sosial yang perlu dihapus, dengan mulai menyadari kesetaraan gender tentu kekerasan berbasis gender juga akan berkurang.
“Manosphere memiliki berbagai dampak serius yang mungkin kita tidak sadari mulai dari dorongan laki-laki untuk mengambil tindakan berisiko, stereotip seksis dan kekerasan berbasis gender dalam hubungan, meningkatkan potensi bahaya terhadap perempuan dan anak perempuan, baik di ruang digital maupun dunia nyata, hingga membuat laki-laki rentan terhadap kecemasan serta masalah mental lainnya”, jelas Dwi.
Keberadaan media sosial sendiri semakin membuat kompleks isu kesetaraan gender. Menurut Dwi, media sosial adalah fenomena ‘pedang bermata dua’ baik untuk laki-laki dan perempuan. Hal ini karena perempuan dapat menyuarakan pendapat dan bersuara tanpa rasa takut, tapi juga tidak mengurangi ruang aman karena diskriminasi menjadi dekat.
“Platform media sosial saat ini sangat luas semua orang bisa masuk dan melihat. Lantas, apa yang kita bisa lakukan dengan permasalahan ini? Dengan memerangi musuh kita bersama yaitu ‘noise’, disrupsinya besar dan yang bisa mengatur hanya kita. Selain ‘noise’ ada juga teknologi terbaru yang kita pasti tahu, Artificial Intelligence (AI) juga semakin luas disrupsinya mulai dari hoax sampai dengan deep fake”, jelas Dwi.
Kuliah tamu ini diharapkan dapat membuka pandangan civitas akademik UMN lebih luas lagi terkait kesetaraan gender, serta kedepannya dapat meningkatkan perhatian mahasiswa terhadap isu global. Kesempatan ini juga menjadi langkah strategis UMN dalam mendukung SDGs 4 (Quality Education), SDGs 5 (Gender Equality), SDGs 10 (Reduced Inequalities), SDGs 17 (Partnership for The Goals).
By Rachel Tiffany | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara.



