
Bawa Pulang 3 Penghargaan Internasional, Mahasiswa UMN Tawarkan Solusi Pangan Masa Depan
Agustus 7, 2025
UMN Resmikan Kolaborasi Riset dengan University of Canberra dan NEVCE
Agustus 8, 2025
Foto bersama dalam kegiatan workshop DIBI (Dok. UMN)
Tangerang- Pada Selasa (05/08/2025) salah satu dosen Universitas Multimedia Nusantara (UMN) turut bergabung dalam workshop proyek Decarbonisation Pathways for Indonesian Bus Infrastructure. Kolaborasi ini dilaksanakan oleh Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia (KONEKSI) bersama kedutaan Australia, jajaran perguruan tinggi, pemerintahan, dan industri lainnya. Kegiatan ini diadakan secara daring dan luring di Surakarta, Indonesia.
Workshop kali ini mengusung tema “Bridging The Gaps Towards Electric Buses & Sustainable Energy Use In Indonesia”. Tidak hanya membahas mengenai teknologi dan pembangunan yang berkelanjutan saja, namun workshop ini juga memberikan solusi dan penemuan-penemuan yang inklusif dan merata dari penelitian yang ada.
“Senang rasanya kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar, lewat kegiatan ini kita bisa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan dari berbagai perspektif dan studi karena proyek ini memang multidimensional. Dengan adanya kegiatan ini juga kita bisa melihat bagaimana proyek ini berjalan, dan apakah proyek berjalan dengan baik”, ucap Associate Prof Ahmed Imran selaku Peneliti Utama Proyek DIBI, University of Canberra.
Ahmed berharap melalui kegiatan ini peserta bisa mendapatkan banyak hal baru dan menguntungkan berbagai pihak, karena bagi Ahmed kegiatan ini tidak hanya dilihat dari studi teknik saja tapi juga kombinasi dengan socio-cultural. Selain itu Ahmed juga berharap lewat kegiatan ini bisa membuka jalan atau peluang kolaborasi dari berbagai ilmu pengetahuan yang nantinya bisa inklusif dan berbeda-beda.
“Saya senang kolaborasi ini bisa berjalan dengan baik, kami di Australia memang sudah banyak menggunakan Electric Vehicle (EV) untuk transportasi umum. Kami bersama KONEKSI bertujuan untuk mengimplementasikan proyek itu juga di Indonesia bersama dengan perguruan tinggi dan industri. Senang rasanya bisa disini dan mempelajari banyak hal-hal baru yang bermanfaat untuk kedepannya”, ucap Nik Acharya selaku Counsellor for Industry, Science, and Resources Australian Embassy in Jakarta.
Nik juga mengatakan bahwa dari proyek ini tidak hanya menghasilkan publikasi dan riset baru saja tapi juga bisa melihat tantangan dan kebutuhan masyarakat. Nik berharap nantinya melalui kegiatan ini bisa membuat kebijakan yang tepat dan menjadi langkah kolaborasi antara perguruan tinggi, industri serta pemerintahan Indonesia dan Australia. Hadir pula dalam kegiatan ini Jana Hertz selaku Chief of Party KONEKSI yang turut menjembatani kolaborasi ini.
“Kolaborasi ini merupakan kolaborasi yang inklusif dan tidak hanya fokus pada infrastruktur saja tapi juga fokus pada ‘peoples’. Kami percaya dengan kolaborasi ini bisa menyatukan antara industri, pemerintah, dan perguruan tinggi. Tidak hanya itu kolaborasi ini diharapkan bisa menjadi kolaborasi yang berkelanjutan, tidak hanya secara infrastruktur dan energi saja tapi juga hal lainnya seperti gender equality, disability dan inklusi sosial”, ucap Jana.
Jana sendiri sangat mendukung para peneliti yang tidak hanya fokus pada hasil dan data saja tapi juga melihat dan fokus pada kesetaraan sosial. Jana berharap nantinya kolaborasi ini bisa menghasilkan pembangunan berkelanjutan, dan bisa mendukung Indonesia dalam transportasi umum yang tidak hanya ramah lingkungan tapi juga berdampak pada kehidupan masyarakat, efisiensi ekonomi dan kualitas hidup kedepannya. Dalam kegiatan ini hadir pula jajaran dari pemerintahan Indonesia yang turut mendukung dan berkomitmen dalam kolaborasi DIBI.
“Kolaborasi antara akademisi, industri, pemerintahan Indonesia dan Australia menjadi sinergi kolaborasi yang sangat bermanfaat. Dengan workshop ini kita bisa mengetahui dan berbagi informasi dari hasil penelitian yang ada, tentu juga sangat membantu transisi yang lebih berkelanjutan untuk Indonesia kedepannya. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat kebutuhan pengetahuan dan teknologi tapi juga membuka ruang kapasitas sumber daya manusia, penguatan ESG, dan zero emission untuk Indonesia”, ucap Agus Wibowo selaku Asisten Deputi Pengembangan Hilirisasi Industri Pertambangan, Kemenko Perekonomian.
Agus sendiri juga menyatakan bahwa Indonesia masih jauh dari target untuk perubahan ke EV, dengan kolaborasi ini Agus berharap nantinya bisa mendorong dan mendukung Indonesia sebagai pembuatan EV. Agus juga berharap kolaborasi ini bisa berkelanjutan, inklusif dan terstruktur antara dua negara, dan bisa menjadi masa depan Indonesia.
Workshop ini juga diisi oleh berbagai narasumber dan juga Dr. Tech. Rahmi Andarini, M.Eng., S.C., selaku dosen program studi Teknik Fisika UMN yang terlibat dalam riset dan kolaborasi ini membahas tentang “Environment Air Quality: The Importance and Recommendation for Public Transportation in Surakarta”, membicarakan seputar transportasi umum, baik terkait pengembangan, aksesibilitas dan keberhasilan dari transportasi umum.
Rahmi mengungkapkan bahwa sebagian besar orang mungkin lebih memilih transportasi pribadi dibandingkan transportasi publik karena beberapa faktor diantaranya keamanan, kenyamanan, dan biaya tanpa memikirkan energi emisi yang dikeluarkan per-orang saat menggunakan kendaraan pribadi.
“Berdasarkan penelitian yang ada jika kita melihat energi yang dikeluarkan untuk sembilan orang menggunakan transportasi umum itu sama dengan satu orang menggunakan transportasi pribadi. Sedangkan jika kita menggunakan KRL, satu orang menggunakan private vehicle itu sama dengan 200 orang penumpang KRL”, jelas Rahmi.
Selanjutnya, berbicara mengenai air quality, Rahmi berpendapat bahwa itu adalah salah satu bagian dari inklusivitas. Bagi Rahmi, dengan kualitas udara yang baik itu termasuk memberikan rasa nyaman dan sehat, sehingga masuk pada inklusivitas.
Selain itu, seiring dengan perkembangan Kota Solo yang sangat pesat, banyak industri; lapangan kerja mahasiswa; dan peluang bisnis, artinya banyak kebutuhan transportasi. Salah satu yang juga menjadi kekhawatiran Rahmi dari penggunaan transportasi umum (kendaraan bermotor) ialah masalah polusi atau emisi.
“Kalau kita sadar bahwa dalam satu hari, 80-90% waktu kita habiskan di dalam ruangan, sementara udara di dalam ruangan banyak mengandung polutan. Entah dari luar, entah dari dalam, selain itu tempat transit transportasi umum juga menjadi sumber polutan”, lanjutnya.
Bagi Rahmi, transportasi publik yang berhasil antara lain adalah berkontribusi terhadap urban greenhouse gas emissions. Terdapat akses menciptakan lapangan pekerjaan; ada akses mengedukasi baik pengguna maupun karyawan.
“Kondisi saat ini yang kita temui, transportasi publik belum bisa memenuhi kebutuhan pengguna; mungkin aksesnya belum mulus, harga kalau diakumulasikan tetap mahal, safety issue, yang lebih penting adalah sistem transportasi publik masih mengabaikan kebutuhan perempuan lansia dan disabled,” lanjutnya.
Menurut Rahmi, kondisi-kondisi tersebut tersebut yang membuat pengguna berpikir dua kali untuk menggunakan transportasi publik.
“Kita bisa meng-improve accessibility, rasa aman, rasa nyaman, untuk penumpang semua usia, gender, dan semua tingkat kemampuan mobilitas. Kemudian bisa meng-improve affordability untuk bisa dijangkau oleh masyarakat. Dan meng-improve diversity dan equity untuk pekerja,” ucap Rahmi.
Rahmi juga menjabarkan karakteristik responden berdasarkan hasil surveinya yang dilakukan di Terminal Palur, Surakarta. Rahmi memaparkan dari hasil temuannya mayoritas adalah penumpang perempuan sebanyak 77% dengan rata-rata di usia 15-20 tahun dan diatas 50 tahun.
“Dari hasil survei, persepsi terkait kondisi udaranya itu warm; kelembapannya itu netral; untuk noise level itu tidak terlalu bising dan untuk persepsi secara overall, 76% itu menyatakan bahwa cukup nyaman kondisi terminalnya,” tambahnya.
Rahmi juga memaparkan beberapa rekomendasi atas temuannya untuk pengemabangan transportasi umum kedepannya mulai dari penutup untuk mengurangi panas matahari, memperbaiki kondisi tempat duduk; kebersihan dan pencahayaan, adanya vegetasi sehingga bisa mengurangi panas, meningkatkan aksesibilitas untuk lansia dan disable, serta disediakannya tempat ibadah dan toilet umum dan yang bersih.
“Secara inklusif dibutuhkan aksesibilitas untuk orang-orang disabled; ada signage dan penggunaan audio visual untuk informasi, public help desk untuk bantu lansia. Kemudian ada koridor tertutup atau tempat istirahat untuk melindungi pengguna. Terkait dengan pekerja, ada policy untuk anti-harassment. Kemudian ada capacity-building program yang bisa memotivasi wanita untuk bekerja di bidang transportasi publik,” tutup Rahmi.
By Tangika Valencia | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara.